tirto.id - Judi online tak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat menghancurkan rumah tangga. Baru-baru ini, tragedi memilukan terjadi di Mojokerto, Jawa Timur. Seorang polwan, Briptu FN (28), membakar suaminya, Briptu RDW (29), akibat judi online.
Kisah pilu ini bermula ketika FN mendapati sisa gaji ke-13 suaminya yang menipis drastis. Rupanya, RDW terjerumus dalam kecanduan judi online dan menghabiskan uangnya untuk bertaruh.
Kekecewaan FN memuncak. Pertengkaran pun tak terelakkan. Puncaknya, FN nekat membakar RDW menggunakan bensin.
Tragedi ini menjadi bukti nyata dampak destruktif judi online. Gaji yang seharusnya menjadi penopang hidup keluarga, justru lenyap ditelan taruhan. Kasus RDW dan FN bukan satu-satunya. Masih banyak kisah pilu lain yang diakibatkan oleh judi online.
Lalu, mengapa judi online masih marak di Indonesia? Dan bagaimana hukum memandang praktik perjudian daring ini?
Berapa Tahun Penjara Kasus Judi Slot Online?
Saat ini di Indonesia ada beberapa regulasi yang digunakan untuk menangani judi online. Berikut beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku judi online:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan perubahannya
Selain hukuman pidana, pelaku judi online juga dapat dikenakan sanksi lain, seperti pemblokiran rekening bank, penyitaan aset, dan pencabutan izin usaha.
Kontributor: Ruhma Syifwatul JinanPenulis: Ruhma Syifwatul JinanEditor: Dipna Videlia Putsanra
Hak Cipta © 2023 Divisi Humas Polri. All Right Reserved.
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus judi online di Indonesia telah meningkat dengan pesat. Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pemerintah. Judi online tidak hanya melibatkan taruhan uang, tetapi juga menyuguhkan beragam permainan yang menggoda, seperti poker, slot, dan taruhan olahraga.
Mengapa Judi Online Begitu Marak?Ada beberapa faktor yang menyebabkan maraknya judi online di Indonesia:
1. Kemudahan Akses InternetPertumbuhan pengguna internet di Indonesia meningkat signifikan. Dengan akses internet yang semakin mudah dan murah, banyak orang yang tertarik mencoba peruntungan melalui judi online. Selain itu, dengan semakin banyaknya perangkat mobile yang dimiliki oleh masyarakat, akses ke situs judi online menjadi lebih praktis dan bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Berjudi secara online memberikan anonimitas bagi pelaku. Mereka bisa bermain tanpa khawatir identitasnya diketahui oleh orang lain. Hal ini berbeda dengan berjudi di kasino atau tempat perjudian fisik yang lebih mudah terdeteksi. Anonimitas ini memberikan rasa aman palsu bagi para penjudi, sehingga mereka merasa lebih bebas dalam bertaruh.
3. Kemudahan Transaksi
Perkembangan teknologi finansial juga mempermudah transaksi dalam judi online. Dengan adanya berbagai platform pembayaran digital, para penjudi bisa dengan mudah melakukan deposit dan penarikan dana. Berbagai metode pembayaran seperti transfer bank, e-wallet, hingga mata uang kripto membuat transaksi judi online semakin lancar dan tidak terdeteksi dengan mudah oleh pihak berwenang.
4. Promosi dan Bonus Menggiurkan
Situs-situs judi online sering kali menawarkan berbagai promosi dan bonus yang menggiurkan untuk menarik minat calon penjudi. Bonus pendaftaran, cashback, dan promosi lainnya membuat banyak orang tergoda untuk mencoba judi online. Selain itu, adanya program referral yang memberikan imbalan bagi mereka yang berhasil mengajak orang lain untuk bergabung semakin memperluas jangkauan situs judi online.
5. Kurangnya Edukasi dan PengawasanKurangnya edukasi mengenai bahaya judi online serta lemahnya pengawasan dari pihak berwenang juga menjadi faktor penyebab maraknya judi online. Banyak masyarakat yang belum menyadari risiko besar yang mengintai di balik kesenangan sesaat yang ditawarkan oleh judi online.
Dampak Negatif Judi Online
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Judi menjadi salah satu alasan perceraian pasangan di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka perceraian akibat judi di Tanah Air terus meningkat dalam lima tahun terakhir.
Pada 2023, tercatat ada 1.572 kasus pasangan yang cerai karena alasan judi. Ini jadi yang tertinggi pasca-pandemi Covid-19.
Sebelumnya, ada 1.947 kasus perceraian karena judi pada 2019. Lalu jumlahnya turun drastis menjadi 648 kasus pada 2020. Namun, jumlah kasusnya terus meningkat, seperti terlihat pada grafik.
Berdasarkan provinsi, kasus perceraian karena judi pada 2023 paling banyak terjadi di Jawa Timur dengan jumlah 415 kasus. Disusul Jawa Barat dan Jawa Tengah masing-masing 209 kasus dan 143 kasus.
Sebagai catatan, data BPS tidak merinci jenis judi yang menyebabkan perceraian, sehingga judi yang dimaksud dapat tergolong kategori offline maupun online.
Di samping itu, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah mengatakan, judi dan pinjaman online menjadi dua hal yang memperburuk kondisi rumah tangga.
“Misalkan kondisi keuangan keluarga yang tidak stabil, belum pulih dari Covid-19, kemudian terpuruk dalam pinjaman online atau judi online, otomatis akan membuat kondisi rumah tangga itu tidak stabil,” kata Siti dalam keterangannya, dilansir dari DetikX, Selasa (18/6/2024).
Judi online juga disebut sebagai pemicu terjadinya kekerasan ekonomi terhadap perempuan. Dengan begitu, Siti mendesak agar pemerintah tegas menindak dan memblokir akses judi online.
(Baca: Perselisihan hingga Kawin Paksa, Ini Alasan Perceraian di Indonesia pada 2023)
KOMPAS.com – Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban massal atau kerusakan dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Salah satu bentuk terorisme adalah aksi peledakan bom. Selain itu, ada juga berbagai aksi teror lain yang berkaitan dengan kepentingan kelompoknya, seperti perampokan dan lain-lain.
Di Indonesia, berbagai aksi bom, termasuk bom bunuh diri, marak terjadi sejak tahun 2000. Salah satu yang paling banyak menelan korban dan menarik perhatian dunia adalah Bom Bali I.
Berikut beberapa kasus terorisme di Indonesia dan penyelesaiannya.
Ledakan bom terjadi di gereja-gereja di 13 kota di Indonesia pada malam Natal tahun 2000. Mulai dari Medan, Pekanbaru, Jakarta, Mojokerto, Mataram, dan kota lainnya.
Serangan yang terjadi secara serentak ini menyebabkan 16 orang meninggal dan 96 orang terluka.
Serangan-serangan bom tersebut dikomandoi oleh Encep Nurjaman alias Ridwan Isamuddin alias Hambali, salah satu pemimpin Jama'ah Islamiyah, kelompok afiliasi Al-Qaida di Asia Tenggara.
Saat ini, Hambali berada dibawah penahanan militer Amerika Serikat di pangkalan militer Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba.
Ia ditetapkan sebagai kombatan dan akan menjalani persidangan militer Amerika atas tuduhan bertanggung jawab dalam beberapa serangan teroris.
Bagi Amerika, seseorang yang menjadi bagian atau mendukung Taliban atau kekuatan Al-Qaida, atau kekuatan terkait yang terlibat permusuhan dengan Amerika Serikat atau mitra koalisinya dianggap sebagai kombatan atau musuh.
Baca juga: Densus 88 Tegaskan Tak Pandang Latar Belakang Agama dalam Menindak Teroris
Tiga bom meledak di Bali pada 12 Oktober 2002. Ledakan ini menewaskan 202 orang dan ratusan orang menderita luka.
Ledakan pertama terjadi di depan Diskotek Sari Club, Jalan Legian, Kuta. Tidak berselang lama, ledakan kedua terjadi Diskotek Paddy’s yang berada di seberang Sari Club.
Setelah itu, ledakan ketiga terjadi tak jauh dari Konsulat Amerika Serikat di wilayah Renon, Denpasar.
Selain korban jiwa, ledakan bom ini juga merusak bangunan-bangunan di sekitar lokasi kejadian.
Polisi kemudian menangkap Amrozi, Imam Samudra alias Abdul Aziz, Ali Ghufron, Ali Imron, Mubarok alias Utomo Pamungkas, dan Suranto Abdul Gani. Tersangka lain, Dulmatin, tewas saat penangkapan.
Mereka terbukti bersalah melakukan pengeboman tersebut. Dalam persidangan, terungkap bahwa para pelaku merupakan anggota Jamaah Islamiyah (JI).
Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron divonis mati dan telah dieksekusi pada November 2008. Sedangkan Ali Imron, Mubarok dan Suranto Abdul Gani divonis penjara seumur hidup.
Terbaru, Koordinator Bom Bali I, Arif Sunarso alias Zulkarnaen alias Daud alias Abdullah Abdurrohman divonis 15 tahun penjara pada Januari 2022. Ia ditangkap Densus 88 Antiteror Polri pada 10 Desember 2020 setelah buron 18 tahun.
Tak hanya menjadi otak dalam aksi Bom Bali I saja, Zulkarnaen juga menjadi dalang dalam peledakan gereja serentak pada malam Natal tahun 2000.
Ledakan bom terjadi di dua hotel berbintang lima yang merupakan jaringan hotel Amerika, JW Marriot dan Ritz Carlton, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, 17 Juli 2009 pagi.
Jumlah yang tewas dalam dua kejadian ini sembilan orang, enam di antaranya warga negara asing, dan lebih dari 40 orang luka-luka. Dua di antara yang tewas merupakan pelaku bom bunuh diri.
Kejadian ini merupakan bagian dari aksi kelompok JI yang didalangi Noordin M. Top. Para pelaku yang terlibat dalam teror ini telah divonis enam tahun tahun hingga seumur hidup.
Sementara dua bulan kemudian, Noordin M. Top tewas dalam baku tembak yag terjadi saat penangkapan di Solo.
Baca juga: Mahfud: Korupsi, Terorisme, dan Narkoba Masalah Besar Penegakan Hukum
Perampokan bersenjata terjadi di Medan pada 18 Agustus 2010. Dalam kejadian ini, seorang polisi yang bertugas di bank tersebut tewas ditembak dan dua petugas keamanan terluka.
Kawanan perampokan berhasil menggasak uang sekitar Rp200 juta. Tak hanya CIMB Niaga, mereka juga diketahui merampok sejumlah tempat lain, seperti Bank Sumut, money changer di Belawan, Medan, Bank BRI, dan sebagainya.
Belakangan terungkap bahwa kawanan ini berkaitan dengan jaringan teroris Aceh-Banten-Jabar yang termasuk di antaranya kelompok JI.
Dana hasil perampokan akan digunakan untuk mendanai sejumlah aksi terorisme, termasuk membeli senjata api dan granat. Sebanyak 16 orang ditangkap terkait kasus ini.
Tiga di antaranya meninggal karena melawan saat ditangkap. Para pelaku yang terlibat telah divonis mulai dari lima hingga 12 tahun penjara.
Ledakan bom bunuh diri terjadi saat solat Jumat di Masjid Polres Cirebon Kota pada 15 April 2011.
Dalam kejadian ini, pelaku bom bunuh diri tewas di tempat dan lebih dari 20 orang menderita luka, satu di antaranya Kapolres Cirebon Kota AKBP Herukoco.
Para pelaku dari kelompok Cirebon yang terlibat dalam aksi ini telah divonis lima hingga sembilan tahun penjara.
Rentetan penyerangan terhadap tokoh agama terjadi secara beruntun pada 2018.
Dua kasus yang menarik perhatian publik adalah penganiayaan terhadap Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah di Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri, dan tokoh organisasi keagamaan dari Persis (Persatuan Islam), Ustaz Prawoto.
Umar Basri dianiaya seseorang usai solat Subuh, 27 Januari 2018. Akibat dipukul kayu, Umar mengalami luka parah.
Namun, pelaku Asep Ukin yang dinyatakan bersalah tidak bisa dipidana karena menderita gangguan jiwa.
Kasus kedua adalah penganiayaan yang menyebakan tewasnya tokoh Persis, organisasi massa Islam terbesar di Jawa Barat, Prawoto.
Pelaku, Asep Maftuh, telah divonis tujuh tahun penjara. Ia dinyatakan tidak menderita gangguan jiwa seperti yang disebut sebelumnya.
Berbagai kasus penyerangan terhadap tokoh agama juga terjadi setelah itu. Sebagian besar pelaku dinyatakan mengalami gangguan jiwa.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2012. Terorisme di Indonesia: Dalam Tinjauan Psikologis. Tangerang: Pustaka Alvabet.
Berapa Banyak Pengguna Judi Online di Indonesia?
Berdasarkan data terbaru dari Divisi Humas Polri, terdapat penurunan signifikan kasus judi online di Indonesia pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Tercatat sebanyak 792 kasus judi online di tahun 2024, menunjukkan penurunan 404 kasus dibandingkan 1.196 kasus di tahun 2023.
Penurunan ini juga diikuti dengan jumlah tersangka yang diamankan. Pada tahun 2023, 1.987 tersangka judi online telah diamankan. Sedangkan hingga bulan April 2024, 1.158 tersangka telah diamankan.
Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri, menyampaikan bahwa penurunan ini merupakan hasil dari upaya Polri dalam memberantas judi online di Indonesia. Upaya tersebut antara lain dengan melakukan patroli siber, pemblokiran situs judi online, dan penangkapan para pelaku judi online.
Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko menghimbau masyarakat untuk menghindari judi online karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir hampir 2 juta akun judi online per Mei 2024. Upaya serupa juga dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan memblokir 4.921 rekening bank terkait judi online sepanjang tahun 2024.
Langkah tegas ini diambil berdasarkan data yang diterima OJK dari Kominfo. Pemblokiran akun dan rekening ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberantas judi online di Indonesia.
Judi online tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga dapat menimbulkan kecanduan dan berakibat negatif bagi kesehatan mental dan sosial masyarakat.